Revitalisasi Nilai Luhur Pancasila Dalam Kehidupan Nasional

Oleh: Budi Susilo Soepandji

1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir karena kemajemukan dan perbedaan yang dipersatukan oleh kesadaran kolektif untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Perjuangan panjang bangsa untuk bersatu, diwarnai oleh kepahitan dan perjuangan fisik yang panjang dari generasi pendahulu bangsa untuk merdeka. Bukan merupakan hal yang mudah bagi para pendiri negara (founding fathers) menyepakati Pancasila, yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, dan menetapkannya sebagai dasar negara. Namun dengan niat luhur dan mengesampingkan kepentingan kelompok, agama maupun golongan, pada tanggal 18 agustus 1945, dalam sidang pertamanya, PPKI telah menghasilkan kesepakatan untuk mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai konstitusi negara.

Sebagai Dasar Negara, Pancasila merupakan ideologi, pandangan dan falsafah hidup yang harus dipedomani bangsa indonesia dalam proses penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa dan memiliki nilai dasar yang diakui secara universal dan tidak akan berubah oleh perjalanan waktu.

Seiring dengan perjalanan waktu dan sejarah bangsa, kini apa yang telah diperjuangkan para pendiri dan pendahulu bangsa tengah menghadapi batu ujian keberlangsungannya. Globalisasi dan euphoria reformasi yang sarat dengan semangat perubahan, telah mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak generasi penerus bangsa dalam menyikapi berbagai permasalahan kebangsaan. Pemahaman generasi penerus bangsa terkait nilai – nilai yang terkandung dalam empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika), semakin terdegradasi dan terkikis oleh derasnya nilai – nilai baru yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Ironisnya, sementara nilai – nilai baru ini belum sepenuhnya dipahami dan dimengerti, namun nilai – nilai lama sudah mulai ditinggalkan dan dilupakan. Tanpa disadari, generasi penerus bangsa bergerak semakin menjauh dari Pancasila sebagai jati diri bangsa yang bercirikan semangat gotong royong.

2. Nilai Dasar Pancasila dan Globalisasi.

Nilai Dasar Pancasila. Pada dasarnya semua bangsa di dunia, memiliki latar belakang sejarah, budaya dan peradaban yang dijiwai oleh sistem nilai dan filsafat, baik nilai-nilai moral keagamaan (theisme-religious) maupun nilai nonreligious (sekular, atheisme). Tegasnya, setiap bangsa senantiasa menegakkan nilai-nilai peradabannya dengan dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nilai-nilai religious atau non-religious. Demikian pula halnya dengan bangsa Indonesia yang majemuk dan multikultur, telah hidup dengan hidup keagamaan yang kuat sebagai landasan moral dalam kehidupan ketaanegaraannya. Keberadaan peninggalan candi seperti candi borobudur, prambanan, dan situs peninggalan keagamaan lainnya merupakan bukti tentang kehidupan bangsa Indonesia yang religius sejak dulu. Dan hal ini menjadi pedoman hidup dasar bangsa Indonesia yang berkeTuhanan.

Selanjutnya, prinsip yang tertuang dalam sila kedua Pancasila, merupakan bentuk kesadaran bahwa bangsa Indonesia sejak dulu telah menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sesuai budaya bangsa indonesia yang beragam. Dalam budaya bangsa, manusia senantiasa ditempatkan dan diperlakukan sesuai dengan kodrat sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai seni budaya bangsa yang mengagungkan manusia sesuai dengan kultur dan budaya yang beragam.

Sementara itu, menyadari keragaman dan pluralitas yang dimiliki bangsa dan belajar dari pengalaman masa penjajahan, maka persatuan bangsa Indonesia menjadi tuntunan hidup bangsa Indonesia yang majemuk. Justru dengan kemajemukan yang dimiliki, bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat heterogen. Prinsip persatuan indonesia bukan berarti menghilangkan eksistensi, ciri dan identitas masing-masing suku bangsa. Eksistensi, ciri dan identitas masing-masing suku bangsa tetap terpelihara dan terjaga keberadaannya.

Sila keempat merupakan bentuk kesadaran dan pengejawantahan prinsip-prinsip kehidupan kelembagaan yang didasarkan pada perilaku kehidupan gotong-royong yang telah mengakar dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak dulu. Sifat kegotongroyongan dan musyawarah mufakat telah menjadi pilar kehidupan dalam kehidupan bermasyarakat secara turun temurun.

Globalisasi dan Era Reformasi. Menyadari tantangan sebagai bangsa yang majemuk dan pentingnya persatuan bangsa, maka prinsip-prinsip kelembagaan yang didasarkan pada musyawarah untuk mufakat merupakan tuntunan bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan kelembagaan negara yang menentukan masa depan bangsa yang berkeadilan. Dengan demikian prinsip-prinsip keadilan merupakan kristalisasi keinginan dan cita-cita bangsa untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

Bagi generasi penerus bukan suatu hal yang mudah mempertahankan komitmen para pemuda pendahulu dan pendiri bangsa dalam memperjuangkan nilai-nilai luhur pancasila. Dinamika perkembangan lingkungan strategis, baik global, regional maupun nasional setiap jaman dan era kepemimpinan, sangat mempengaruhi tumbuh kembangnya pola pikir, pola sikap dan pola tindak generasi penerus dalam menyikapi berbagai permasalahan mendasar yang dihadapi bangsa.

Di satu sisi, trauma generasi muda terhadap sikap politik pemerintahan orde baru, telah melahirkan generasi muda era reformasi yang cenderung apatis dan tidak peduli terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Sementara disisi lain, era globalisasi beserta implikasinya telah merubah persepsi ancaman terhadap eksistensi suatu negara. Ancaman bagi bangsa dan negara, tidak lagi diwujudkan dalam bentuk ancaman secara fisik, melainkan ancaman tampil dalam wujud dan bentuk ancaman yang lebih kompleks dan mencakup seluruh dimensi kehidupan nasional.

Potensi Ancaman dan Bela Negara. Globalisasi yang didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, telah merubah pola hubungan antar bangsa dalam berbagai .aspek. Negara seolah tanpabatas (borderless), saling tergantung (interdependency) dan saling terhubung (interconected) antara satu negara dengan negara lainnya. Saat ini, tidak ada satupun negara di dunia yang mampu berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan warganya. Dominasi negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang semakin menguat melalui konsep pasar bebas dalam lingkup global maupun regional.

Tantangan terbesar generasi penerus saat ini adalah kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat. Kemajuan teknologi informasi telah merubah hubungan antar negara dan pola hubungan antar manusia. Kehadiran internet dan teknologi komunikasi ikutan lainnya, memungkinkan manusia berhubungan dan berkomunikasi setiap saat dan tanpa batas. Di satu sisi, hal ini dapat memberikan kontribusi positif bagi proses pembangunan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Namun disisi lain, teknologi informasi dapat digunakan sebagai sarana melemahkan ketahanan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan suatu negara. Hal ini telah dibuktikan dengan munculnya berbagai ketidakstabilan beberapa negara yang diakibatkan oleh pembentukan opini publik dan penyebaran dokumen-dokumen rahasia melalui situs-situs yang memanfaatkan jaringan internet.

Pada era reformasi perkembangan situasi nasional cukup memprihatinkan dengan banyaknya permasalahan yang muncul secara bergantian di seluruh sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadinya perubahan emosi, sikap, tingkah laku, opini, dan motivasi masyarakat, merupakan cerminan merupisnya secara signifikan terhadap pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Dampak demokratisasi yang tidak terkendali dan tidak didasari dengan pemahaman nilai-nilai Pancasila telah memunculkan sikap individualistis yang sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai Pancasila yang lebih mementingkan keseimbangan, kerjasama, saling menghormati, kesamaan, dan kesederajatan dalam hubungan manusia dengan manusia.

Hal ini juga dirasakan dan diungkapkan oleh mantan Presiden BJ Habibie dan Ibu Megawati dalam sambutannya di depan sidang MPR RI pada tanggal 1 Juni 2011 dalam rangka memperingati Pidato Bung Karno 1 Juni 1945. Dalam sambutannya Bapak BJ Habibie manyampaikan ” …….sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitlk “, Ibu Megawati juga menyampaikan bahwa “…………….dalam kurun 13 tahun reformasi, menunjukkan kealpaan kita semua terhadap dokumen penting sebagai rujukan Pancasila dalam proses ketatanegaraan kita”.

Ekspresi dan kegundahan kedua tokoh nasional tersebut, tentu merupakan bentuk kegelisahan yang harus dijadikan tolok ukur memudarnya pemahaman masyarakat terhadap nilai – nilai luhur Pancasila. Hingga saat ini, Pancasila masih tampak kokoh berdiri mempersatukan berbagai komponen bangsa, suku bangsa, golongan dan etnik di bawah NKRI. Namun, bangsa ini harus berani jujur untuk mengakui bahwa Pancasila sebagai dasar negara mulai kehilangan roh dan jiwa anak bangsanya.

Di tengah semakin kaburnya wujud dan bentuk ancaman yang berkembang dewasa ini, kerapuhan jiwa dan semangat kebangsaan sesungguhnya merupakan potensi ancaman terbesar bagi keberlangsungan dan keutuhan bangsa. Hal ini berangkat dari pemikiran bahwa pemahaman empat pilar wawasan kebangsaan akan membangkitkan semangat dan kesadaran bela negara seluruh warga negaranya dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman. Empat pilar wawasan kebangsaan dan kesadaran bela negara merupakan unsur soft power dalam spektrum bela negara. Lebih jauh lagi, dalam konteks sistem pertahanan negara, pemahaman empat pilar wawasan kebangsaan merupakan kekuatan moral pertahanan nir militer setiap warganegara dengan berbagai profesinya untuk berpartisipasi aktif dalam mempertahankan negara.

3. Revitalisasi Nilai – Nilai Empat Pilar Wawasan Kebangsaan.

Semua dampak euphoria reformasi yang kita hadapi saat ini, perlu disikapi oleh segenap komponen bangsa melalui pemahaman yang benar, utuh dan menyeluruh dalam konteks semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Semangat tersebut merupakan kata kunci dari aktualisasi dan implementasi nilai-nilai luhur Pancasila yang harus terus ditumbuh kembangkan oleh generasi penerus. Seluruh komponen bangsa harus mampu menyikapi berbagai permasalahan, perbedaan dan kemajemukan dengan berpedoman pada empat pilar wawasan kebangsaan yang dibangun oleh para pendiri bangsa. Seluruh anak bangsa harus proaktif untuk menciptakan, membina, mengembangkan dan memantapkan persatuan dankesatuan bangsa yang kerap menghadapi potensi perpecahan. Generasi penerus harus mampu menghidupkan kembali sikap dan budaya gotong royong, silahturahmi dan musyawarah untuk mufakat yang hakikinya merupakan ciri bangsa Indonesia sejak dulu.

Primodialisme, masalah SARA, masalah ketidakadilan, masalah korupsi dan kesenjangan sosial ekonomi secara bertahap harus dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan. Hal ini perlu ditegaskan mengingat, hal tersebut dapat menjadi titik retak rasa persatuan dan kesatuan bangsa bila tidak dapat ditemukan solusi pemecahan masalahnya. Oleh karena itu, pemuda harus mampu mempelopori untuk memahami, menghayati dan mengmplementasikan nilai – nilai empat pilar Kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai daya tangkal terhadap berbagai potensi yang mengancam keutuhan NKRI.

Upaya politis sanqat diperlukan mengingat Pancasila dan tiga pilar kebangsaan lainnya lahir melalui proses politik yang melibatkan seluruh kelompok dan golongan. Teladan yang ditunjukkan pendahulu bangsa, harus dapat dijadikan contoh untuk menyusun rencana aksi guna melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila. Proses politik harus didasarkan pada komitmen yang mengacu pada kepentingan bangsa dan negara dengan melibatkan Supra struktur politik, Infra struktur politik dan Sub struktur politik sesuai sistem politik yang berlaku. Oleh karena itu, soliditas dan kohesivitas sistem politik Indonesia akan sangat menentukan keberhasilan revitalisasi nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan.

Supra Struktur, Infra Struktur dan Sub Struktur harus mampu menciptakan suasana dan iklim politik yang kondusif bagi terjalinnya komunikasi politik dan sosialisasi politik yang sehat. Komunikasi politik dan interaksi di antara ketiganya, harus dibangun berdasarkan keinginan untuk membangun kembali kesadaran kolektif bangsa terkait konsensus empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Komunikasi politik yang sudah ditunjukkan para tokoh politik dan pendiri bangsa, harus menjadi inspirasi dan teladan bagi para tokoh di era saat ini. Walaupun hal ini terlihat sang at normatif, namun fakta sejarah tidak dapat dipungkiri oleh segenap elemen penerus bangsa.

Di tengah kehidupan demokratis yang berkembang, Partai politik sebagai salah satu unsur Supra struktur politik memegang peran dominan dan menentukan berhasil tidaknya revitalisasi nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan. Hal ini mengingat bahwa partai politik merupakan salah satu pilar utama demokrasi. Sebagai pilar utama demokrasi, partai politik mengemban fungsi sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, sarana rekruitmen kader – kader pemimpin dan pengelola konflik (conflict meneqement) diantara berbagai elemen masyarakat. Oleh karena itu, tata laku partai politik akan mempengaruhi tata laku masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Secara kelembagaan, revitalisasi nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan menjadi tanggung jawab penyelenggara negara sesuai dengan stratifikasi dan tataran kewenangan yang dimiliki. Mengingat empat pilar wawasan kebangsaan merupakan hasil keputusan politik, maka lembaga negara seperti MPR – RI, DPR – RI dan Presiden RI selaku kepala pemerintahan rerupakan tiga lembaga negara yang menentukan arah keputusan politik yang akan disepakati. Penting untuk dicatat, bahwa sinkronisasi dan sinergitas diantara ketiga lembaga negara tersebut akan tergantung dari keinginan untuk menyatukan berbagai perbedaan pandangan dan kepentingan politik masing – masing. Diharapkan, keterlibatan lembaga-lembaga tersebut mampu menghasilkan peraturan perundangan yang memperkuat upaya-upaya revitalisasi Pancasila secara demokratis dan bermartabat.

Dalam tataran regulasi dan kebijakan yang merupakan penjabaran dari keputusan politik, keberadaan para pemangku kepentingan terkait lainnya seperti : Kementerian koordinator politik dan keamanan, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Keuangan, Lemhannas RI, Mahkamah Konstitusi, Dewan Pertahanan Nasional dan Bappenas RI, memiliki peran sentral dalam peng-implementasian keputusan politik terkait revitalisasi nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan. Regulasi dan kebijakan yang diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang – undangan, merupakan sarana yang mengatur terselenggaranya upaya revitalisasi nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan secara komprehensif dan terpadu. Oleh karena itu, sinkronisasi kebijakan, program, mekanisme, metode dan pengawasan merupakan prasyarat keberhasilan upaya revitalisasi.

Pada tataran operasional, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, organisasi politik, organisasi masyarakat, dosen dan guru merupakan pelaksana – pelaksana upaya revitalisasi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dengan pembekalan yang memadai terkait nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan, komponen bangsa tersebut memainkan peran sebagai agen perubahan (agent of change) mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan pemukiman hingga lingkungan kerja. Pendidikan formal, informal maupun non formal yang dimulai dari lingkungan keluarga hingga lingkungan pendidikan, merupakan sarana yang efektif untuk menanamkan pemahaman atas nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan.

Sebagai rangkaian upaya yang terstruktur, upaya pada tataran operasional akan bersifat praktis implementatif. Pelibatan lembaga-Iembaga tersebut untuk menghasilkan peraturan perundangan yang memperkuat upaya-upaya revitalisasi Pancasila secara demokratis dan bermartabat. Upaya yang bersifat praktis ditujukan untuk mendukung upaya-upaya politis melalui kegiatan-kegiatan seperti pendidikan, penyuluhan dan training of trainer (tot) tenaga penyuluh dengan melibatkan peran aktif para pemangku kepentingan. Sedangkan upaya yang bersifat operasional dilakukan oleh lembaga-lembagapendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Hal ini dilakukan mengingat lembaga pendidikan merupakan ujung tombak pembentukan watak dan karakter bangsa, khususnya generasi muda yang efektif.

Dalam tataran operasional, satu hal penting dan mendasar yang perlu dikembangkan adalah teladan secara nyata. Tteladan merupakan kata kunci dan kekuatan moral yang akan menentukan berhasil tidaknya upaya revitalisasi nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan yang dilakukan. Hal ini tidak terlepas dari pola dan budaya bangsa Indonesia yang bersifat patriarchy dan paternalistik, sehingga teladan para pemimpin merupakan sarana efektif untuk membangun watak dan karakter bangsa, khususnya di kalangan generasi muda bangsa.

4. Konsep dan Pemikiran Lemhannas RI.

Mengacu Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2006 tentang Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI), salah satu tugas dan fungsi Lemhannas RI adalah memantapkan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam UUD NRI Tahun 1945 dan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, Lemhannas RI telah melaksanakan berbagai kegiatan diskusi dan kajian serta survei sosial ke seluruh pelosok tanah air, dengan melibatkan instansi pemerintah dan komponen bangsa lainnya, (akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM dan lain-lain) serta masyarakat.

Menyadari arti pentingnya pemahaman nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan bagi keutuhan NKRI dan semakin beratnya tantangan yang dihadapi, Lemhannas RI telah mengembangkan konsep pemikiran dan upaya – upaya terobosan yang memanfaatkan keberadaan dan jaringan para alumninya yang tersebar luas di seluruh wilayah nusantara. Keberadaan para alumni yang bersumber dari berbagai komponen bangsa ini sebagai agen perubahan, tentu merupakan kekuatan potensial dalam rangka revitalisasi nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan.

Memanfaatkan keberadaan para alumni dan bekerjasarna secara sinergis dengan para pemangku kepentingan terkait lainnya, Lemhannas RI yang telah memiliki program pendidikan dan pemantapan nilai kebangsaan terprogram, saat ini sedang mengembangkan program kegiatan pemantapan nilai kebangsaan maupun Training of Trainers (ToT) yang ditujukan kepada : Dosen dan Guru, Politisi, Media Massa dan Pengusaha.

Dosen dan Guru. Berdasarkan laporan hasil survei BPS RI tentang Survei Kehidupan Bernegara (SKB) yang dilakukan tanggal 27 Mei 2011 hingga 29 Mei 2011, tampak dengan jelas kepercayaan dan harapan masyarakat yang begitu besar (43,4%) kepada tenaga pendidik (Guru dan Dosen) untuk memberikan edukasi dan sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Kepercayaan yang begitu besar dari masyarakat ini, harus direspon dengan tanggung jawab tenaga pendidik untuk selalu meningkatkan kemampuan profesi, dan memberikan keteladanan dalam tingkah laku di kehidupan inasyarakat sehari-hari. Profesi tenaga pendidik (guru dan dosen) yang tersebar merata di seluruh tanah air dan selalu ada dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga pendidikan tingkat Pasca Sarjana, mempunyai nilai yang sangat strategis dalam pembentukan karakter bangsa melalui sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Dengan pertimbangan itu, Lemhannas RI menempatkan Dosen dan Guru sebagai prioritas untuk diberi pembekalan sebagai agen sosialisasi nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan.

Politisi. Sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya sebagai pimpinan maupun anggota partai politik, para politisi sangat berperan dalam perumusan peraturan perundangan maupun kebijakan publik. Pemahaman yang komprehensif terhadap nilai – nllai empat pilar wawasan kebangsaan sangat dibutuhkan agar para politisi dapat memberikan sumbangsih pemikiran konstruktif dalam peraturan perundangan maupun kebijakan publik yang mengedepankan kepentingan bangsa mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Media Massa. Di era demokrasi, media massa dapat dipandang sebagai salah satu pilar yang mengawal terselenggaranya kehidupan demokrasi yang sehat, beretika dan bermartabat. Disamping itu, di tengah pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, peran media massa menjadi sangat penting dan strategis dalam membentuk watak dan karakter bangsa. Dengan demikian, kalangan media massa perlu diberi pembekalan dan perluasan cakrawala pandang terkait arti pentingnya pemahaman nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan. Hal ini dimaksudkan agar kapasitas dan kemampuan yang dimiliki dapat mempercepat proses pembangunan watak dan karakter bangsa yang menjunjung tinggi Pancasila sebagai jati diri bangsanya.

Pengusaha. Pengusaha merupakan salah satu motor penggerak perekonomian bangsa. Dalam menjalankan perannya, para pengusaha senantiasa dihadapkan pada pillhan dilematis antara kepentingan usaha dan kepentingan bangsa. Di era globalisasi dan perdagangan bebas, para pengusaha dituntut untuk memiliki kemampuan rnemilih dan memilah agar perekonomian bangsa dapat memajukan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara signifikan. Dengan pemahaman terhadap nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan, diharapkan para pengusaha mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan rakyat.

5. Penutup.

Harus diakui secara jujur, era reformasi yang membawa semangat perubahan dan keterbukaan telah membawa banyak perubahan positif maupun negatif bagi kehidupan nasional. Keterbukaan dan kebebasan individu yang merupakan ciri demokrasi barat semakin mendominasi pola pikir, pola sikap dan pola tindak generasi penerus bangsa. Semangat gotong royong yang merupakan jiwa dan semangat yang terkandung dalam Pancasila, mulai dikesampingkan dan diabaikan. Tata nilai baru yang belum sepenuhnya dipahami dan diterima oleh bangsa Indonesia telah mengakibatkan disharmonisasi hubungan vertikal maupun horisontal di antara masyarakat Indonesia yang majemuk.

Berbagai permasalahan bangsa yang terjadi akhir – akhir ini, disebabkan semakin lunturnya toleransi atas perbedaan dan kemajemukan di antara komponen bangsa. Permasalahan ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan melemahkan sendi – sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa dalam susunan Supra struktur, Infra struktur dan Sub struktur politik harus mampu membangun kembali komunikasi politik yang didasarkan atas kesadaran kolektif bangsa untuk mempertahankan nilai – nilai empat pilar wawasan kebangsaan.

Sebagai salah satu pemangku kepentingan terkait sosialisasi empat pilar wawasan kebangsaan, Lemhannas RI bersama-sama dengan para pemangku kepentingan terkait lainnya, telah dan sedang menyusun upaya revitalisasi nilai luhur Pancasila dalam rangka memelihara jati diri ke-Indonesia-an di kalangan generasi penerus. Mengingat empat pilar wawasan kebangsaan merupakan keputusan yang dihasilkan melalui proses politik, maka upaya revitalisasi yang akan dilakukan harus melalui proses politik yang melibatkan setiap elemen yang ada dalam sistem politik Indonesia.

2 respons untuk ‘Revitalisasi Nilai Luhur Pancasila Dalam Kehidupan Nasional

  1. Okelah. Tapi jangan seperti jaman ORBA. Pancasila hanya dijadikan tameng , alat, alasan pembenaran untuk menindas dan menakut nakuti rakyat.

    Kalo kita kaji lebih dalam bahwa Pancasila adalah kristalisi nilai nilai luhur budaya bangsa, maka kedepan tidak hanya guru dan dosen. saya lihat banyak tokoh yang pantas terlibat. budayawan dan tokoh diluar lingkungan pendidikan banyak bahkan jauh lebih luas wawasannya tentang Pancasila, tidak hanya terbatas pada tektual yang bersifat materi pembelajaran tapi pada tingkat implementasi.

    Hal ini jangan hanya jadi wacana tapi segera action supaya generasi muda yang nantinya akan meneruskan tidak terlalu jauh terkontaminasi budaya yang merusak moral. semoga ini juga menjadi salah satu cara mengurangi fenomena tawuran.

Tinggalkan komentar