Membangkitkan Nasionalisme Melalui Industri Kreatif

Oleh: Muhammad Syarif Hidayatullah

Latar Belakang

Industri kreatif menjadi arus baru dalam dunia industri Indonesia. Mengalami pertumbuhan 15% setiap tahunnya, industri kreatif tumbuh pesat selama beberapa tahun terakhir. Perkembangan ini yang menjadi fenomena besar, sehingga pemerintah turun tangan langsung untuk turut mengembangkan industri kreatif Indonesia. Departemen perdagangan RI kini cukup kencang mempromosikan industri kreatif Indonesia.

Bertolak belakang dari tumbuhnya industri kreatif, rasa nasionalisme mulai tergerus dari jiwa bangsa Indonesia. Kebanggaan sebagai bagian dari bangsa ini mulai luntur, seiring dengan dominasi budaya asing, yang pada akhirnya membuat anak bangsa melupakan akar rumputnya sendiri. Nasionalisme harus diteguhkan kembali dalam sanubari bangsa Indonesia.

Selama ini, beberapa jenis industri kreatif seperti musik, film, kartun, komik, menjadi kambing hitam tergerusnya semangat nasionalisme anak Indonesia. Melalui media-media tersebut, budaya asing, seperti budaya Amerika dan Jepang, mempengaruhi pola pikir anak bangsa. Kita bisa melihat dengan jelas, bagaimana film-film keluaran Hollywood dapat mengkonstruksi anak bangsa untuk mengikuti budaya Amerika. Ataupun, pengaruh komik dan anime Jepang yang membuat semakin maraknya acara gelar jepang dilaksanakan diberbagai tempat di Indonesia. Fenomena ini sebenarnya dapat kita atasi, dengan menggunakan industri kreatif sebagai media memperkuat nasionalisme.

Sudah hal lumrah, ketika budaya menjadi bagian menarik untuk dikreasikan. Bisa kita lihat, bagaimana dalam komik-komik Jepang banyak disisipkan budaya asli Jepang, seperti Samurai, kimono, sushi, dan lainnya. Penyisipan budaya dalam industri kreatif sudah banyak dilakukan oleh banyak bangsa. Kenapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama.

Perlu diakui, bahwa media seperti komik, anime, musik, film, sangat mudah menkonstruksi pemikiran seseorang. Kita bisa menyebarkan berbagai hal melalui media tersebut. Media-media tersebut juga mudah diterima dan disukai oleh sebagian masyarakat. Oleh sebab itu, kita bisa memakai sarana industri kreatif untuk membangkitkan semangat nasionalisme bangsa indonesia.

Definisi dan perkembangan industri kreatif

Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Industri kreatif indonesia memiliki peran yang cukup signifikan saat ini. Memegang 6,3% dari share GDP Indonesia. Besarnya potensi indsutri kreatif sangat ditunjang dengan luasnya cakupan konsumen mereka. Dimana, konsumen mereka tidak memandang usia, jabatan, ataupun penghasilan. Setiap orang bisa menikmati musik, buku cerita, hiburan, dan lainnya. Potensi ini, sejatinya bisa terus dikembangkan. “Dengan ada pemetaan industri kreatif secara nasional, pertumbuhan industri ini bisa lebih signifikan,” kata Ketua Forum Grafika Digital, David B Mihardja dalam seminar Creative Industry Mapping, Jakarta, tanggal 23 mei 2007 (www.tempointeraktif.com). Perkembangan industri kreatif di negara lain pun cukup besar. Indsutri kreatif di Singapura memiliki kontribusi 5% dari GDP atau sebesar $5 miliar. Sedangkan di Inggris, industri kreatif memberikan kontribusi sebesar 7,9% dari GDP. Potensi indsutri kreatif Indonesia akan bisa dikembangkan, sehingga kemajuan industri kreatif Indonesia bisa menyaingi industri kreatif negara lainnya.

Nasionalisme saat ini

Makna Nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya

Nasionalisme sudah menjadi barang asing di negeri sendiri. Banyak dari pemuda Indonesia sudah lupa akan pentingnya nilai-nilai nasionalisme. Menurut Tri Darmiyati, mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

Arus globalisasi dan informasi yang kuat, menyebabkan generasi muda Indonesia terbuka matanya untuk melihat kebudayaan bangsa lain, tapi disaat yang sama, generasi muda Indonesia semakin tertutup matanya untuk melihat kebudayaan bangsa sendiri. Generasi muda cenderung bangga untuk meniru gaya berbicara, berpakaian ala barat, tapi mengatakan “kuno” untuk cara berpakaian asli Indonesia. Apresiasi yang besar diberikan segenap bangsa Indonesia terhadap produk keluaran perusahaan asing seperti Nike, Adidas, Unilever, Toyota, Honda, Sony, dan lainnya, tapi hanya tatapan meremehkan yang diberikan untuk produk lokal. Kondisi ini yang menjadi pertanda, betapa sudah menipisnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia.

Nasionalisme dan industri kreatif

Beberapa bulan yang lalu, sempat diputar di bioskop-bioskop seluruh dunia film produksi dari China, yang berjudul “Red Cliff”. Film kolosal, yang menceritakan salah satu roman sejarah China yang paling terkenal yaitu Sam Kok ini, menghabiskan puluhan juta dollar untuk biaya produksinya. Biaya sebesar itu, dikucurkan untuk membuat nyata salah satu roman paling terkenal China, membuat para generasi muda tetap mengenal roman asli budayanya, hingga membuat seluruh dunia tahu sejarah dari bangsa China. Melalui sebuah film ini, rasa kebanggaan sebagai bangsa China bisa ditumbuhkan. Industri perfilman China sudah melakukan hal seperti ini semenjak lama. Tidak terhitung berapa jumlah film layar lebar yang dibuat dengan mengangkat sejarah China, sebut saja, “IP man”, “Hero”, “Three kingdom”, “Warlord”, dan masih banyak lagi. Peranan industri film China, dalam memperkuat rasa bangga atas kebudayaan China sangatlah besar. Hal seperti ini yang sebenarnya bisa ditiru oleh bangsa Indonesia.

Betapa mirisnya, ketika kita melihat industri film Indonesia yang akhir-akhir seperti kehabisan tema cerita. Horor, percintaan remaja, komedi vulgar, menjadi tema umum yang sering dibuat sineas Indonesia. Jarang sekali kita menemui film yang mengangkat semangat nasionalisme atau bertemakan perjuangan, seperti film “merah putih” dan “Nagabonar”. Tema-tema berbau nasionalisme atau kebangsaan masih cukup asing dalam percaturan film Indonesia. Padahal, melalui film, nilai-nilai nasionailsme dan kebangsaan dalam disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat.

Industri film merupakan contoh kecil, bagaimana industri kreatif dapat menjadi sarana untuk meningkatkan semangat nasionalisme. Contoh bagian lain dari indsutri kreatif adalah dengan menggunakan industri musik. Manusia memiliki kecenderungan untuk menyukai nada dan suara. Sehingga wajarlah apabila indsutri musik tumbuh subur diberbagai belahan dunia. Musik bisa menjadi sarana hiburan. Tapi, dibalik itu, musik bisa menjadi sarana penanaman nilai-nilai. Melalui musik, pergeseran budaya acap kali terjadi, Mungkin pada awal abad 20, masyarakat Indonesia lebih akrab dengan bunyi gamelan dan suling. Memasuki abad 21, bunyi gamelan dan suling tersebut sudah berubah menjadi suara petikan senar gitar, tabuhan drum, atau gesekan turn table. Lagu-lagu barat, seringkali diputar di radio dan televisi Indonesia. Bahkan, para musisi Indonesia sudah terbawa selera musik asing. Dari lirik sampai musiknya sudah terang-terangan mengikuti selera musik asing. Sebut saja muculnya musisi Indonesia membawa berbagai aliran musik ala bangsa asing, seperti punk, reggee, pop, rock, emo, bahkan J-rock dan J-pop. Infiltrasi musik asing ini semakin menggerus jenis musik asli Indonesia. Masyarakat semakin melupakan betapa indahnya harmoni dari gamelan, ataupun getaran nada dari angklung. Wajar apabila lagu-lagu daerah Indonesia di klaim oleh bangsa lain.

Industri kreatif memiliki pengaruh besar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dapat menyebarkan nilai-nilai nasionalisme melalui industri kreatif. Industri kreatif dapat dengan mudah menyentuh lapisan kehidupan masyarakat. Akses terhadap film dan musik bisa didapatkan masyarakat dengan mudah melalui media TV. Untuk kesenian lainnya, seperti seni lukis, gambar (komik), novel, dan lainnya bisa diakses melalui perpusatakaan dan toko buku. Mudahnya mengakses industri kreatif inilah yang menjadi suatu peluang besar bagi pemerintah untuk menginfiltrasikan semangat nasionalisme melalui industri kreatif.

Pemerintah bisa mencontoh Jepang, yang dapat mempertahankan kebudayaannya melalui media anime dan manga. Bahkan, generasi muda Indonesia, sampai terpengaruh dengan kebudayaan Jepang. Hal ini bisa dilihat dari betapa banyaknya acara gelar Jepang yang diselenggarakan di Indonesia setiap tahunnya. Menyebarnya kebudayaan Jepang ini tidak lepas dari peran industri kreatif mereka, khususnya anime dan manga. Generasi muda Jepang memiliki pengetahuan dan kepedulian yang tinggi terhadap bangsa mereka, hal ini bisa terjadi karena mereka terbiasa membaca manga dan menonton anime yang penuh dengan sejarah dan budaya Jepang.

Contoh lain adalah yang diterapkan oleh industri film Amerika. Hampir setiap tahunnya, pada hari kemerdekaan, Hollywood meluncurkan film yang bertemakan nasionalisme. Masih lekang diingatan kita bagaimana film legendaris “independence day” yang dibintangi aktor Will Smith, berhasil mengangkat sisi heroisme bangsa Amerika pada film tersebut. Atau film “The Patriot” yang dibintangi Mel Gibson, mengangkat sejarah kemerdekaan Amerika dalam suatu drama yang menyentuh. Dibuatnya film-film bertema kepahlawanan tersebut, tentunya akan melecut semangat nasionalisme warga Amerika.

Saat ini, mulai ada sedikit penggiat industri kreatif yang mulai membangkitkan semangat nasionalisme melalui karyanya. Sebut saja film “Nagabonar” yang sangat menekankan semangat cinta tanah air dan patriotisme, ataupun film “merah putih” yang mengambil latar kepahlawanan sebagai inti ceritanya. Pada film nagabonar, banyak sekali cukilan adegan yang menunjukkan semangat nasionalisme, seperti saat sang nagabonar memberikan penghormatan dengan bangga kepada bendera merah putih atau saat nagabonar mencoba menurunkan bagian tangan dari patung Jenderal Soedirman. Contoh industri kreatif lainnya adalah mulai tumbuhnya para pengarang komik Indonesia, yang membawa sentuhan lokal dalam cerita maupun gambarnya. Komik Benny&Mice menjadi contoh baik bagaimana komik bisa dipakai sebagai sarana menimbulkan kesadaran sosial masyarakat. Komik humor satir ini banyak mengangkat realitas sosial yang terjadi di negara Indonesia. Selain Benny&Mice, ada komik “Garudayana” yang dibuat oleh Is Yuniarto. Komik ini mengambil kisah-kisah perwayangan sebagai latarbelakangnya.

Dedy Mizwar (Nagabonar), Is Yuniarto (Garudayana), Benny Rachmadi dan Muhammad Misrad (Benny&Mice) bisa menjadi teladan yang baik bagi para penggiat industri kreatif mereka. Keberanian mereka untuk menangkat tema-tema yang berbau nasionalisme harus diberikan apresiasi yang tinggi dan diteladani. Dengan adanya teladan seperti mereka, diharapkan kedepannya industri kreatif bisa menopang dan menumbuhkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia.

Kesimpulan dan saran

Sudah banyak bangsa yang berhasil menggunakan industri kreatif sebagai media mengangkat semangat nasionalisme warganya. Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya, seharusnya dapat berkreasi dengan optimal, guna mempertahankan budaya dan nasionalisme melalui industri kreatif. Banyak lagu yang bisa dibuat, dengan betapa beragamnya seni tradisional kita. Banyak film yang bisa dibuat, dengan betapa panjangnya sejarah perjuangan kita dan betap luasnya negara kita. Negara ini memiliki potensi besar dalam pengembangan indsutri kreatif. Melalui pengembangan industri kreatif inilah, rasa nasionalisme juga dapat dikembangkan.

Tinggalkan komentar